Kamis, 05 Desember 2013

DISTRIBUSI BAGI HASIL DAN PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL


DISTRIBUSI BAGI HASIL DAN PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL

     Salah satu perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah adalah pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor). Dalam Bank Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga yang besarnya telah ditetapkan didepan saat akad, sedangkan dalam Bank Syariah imbalan yang diberikan kepada investor didasarkan hasil usaha yang diterima. Jadi dalam Bank syariah sebagian pendapatan merupakan hak pemilik dana (investor).
         
         Perhitungan pembagian hasil usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dengan mudharib (pengelola dana), atas hasil usaha yang diperoleh dengan akad mudharabah. Perhitungan selalu dilakukan mudharib, karena dalam prinsip mudharabah mutlaqah dijelaskan pekerjaan sepenuhnya haknya pengelola (mudharib), karena pekerjaan sepenuhnya hak pengelola maka pengelola yang mengetahui hasil usahanya, sehingga pengelola pula yang melakukan perhitungan pembagian hasil usaha. Oleh karena itu siapapun yang kedudukannya sebagai pengelola dana, baik bank syariah maupun nasabah debitur, hendaknya dapat meneladani sifat rasul, khususnya amanah, jujur dan transparan.

         Ketentuan yang terkait dengan perhitungan pembagian hasil usaha adalah ketentuan tentang prinsip distribusi hasil usaha dan sistem distribusi hasil usaha

A. Sistem Distribusi Hasil Usaha
          Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah
1.  Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
2.  Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
3.  Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.

B. Prinsip Distribusi Hasil Usaha
          Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah dengan pertimbangan, bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada :
·         prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal  dan biaya-biaya.
·         Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;

          Dalam fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut:
1.  Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2.  Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3.  Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

          Dalam perhitungan pembagian hasil usaha bank syariah dilakukan dengan beberapa tahapan proses yaitu:

A.  Menentukan prinsip bagi hasil yang dipergunakan
          Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional menjelaskan bahwa pembagian hasil usaha bank syariah dapat mempergunakan Revenue Sharing maupun Profit Sharing. Saat ini seluruh bank syariah masih mempergunakan revenue sharing baik dalam berbagi hasil bank syariah sebagai pengelola dana dengan pemodal (penghimpunan dana) maupun bank syariah sebagai pemodal kepada nasabah debitur (pengelolaan dana dengan prinsip mudharabah dan musyarakah).

1.  Prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing)
         Sesuai ketetuan dalam fatwa bahwa yang dibagi dalam prinsip mudharabah adalah hasil usaha pengelolaan dana mudharabah tersebut, dalam istilah akuntansi sering dikenal dengan laba kotor (gross profit), karena dalam prinsip mudharabah modal mudharabah tidak diperkenankan untuk dibagi, penjualan terkandung modal mudharabah, sehingga tidak diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha mudharabah dari penjualan (omzet). Sedangkan prinsip Profit Sharing hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan hasil usaha bersih.

2.  Prinsip Bagi Untung (Profit Sharing)
         Saat ini bank syariah belum ada yang mempergunakan perhitungan pembagian hasil usahanya mempergunakan prinsip profit sharing. Dalam prinsip profit sharing pendapatan hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan bersih (net profit) , yaitu laba kotor dikurangi dengan beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Salah satu kendala dalam prinsip profit sharing adalah penentuan beban-beban yang diperhitungkan dalam mudharabah secara jujur, transparan dan obyektif. Jika bank syariah akan menerapkan prinsip profit sharing harus dibuat dua laporan yaitu
1.  laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah, yaitu bank sebagai pengelola
2.  laporan yang berkaitan dengan bank syariah sebagai entitas syariah yang mengelola dana dan kegiatan lainnya.

B.  Tahapan perhitungan pembagian hasil usaha bank syariah
          Langkah-langkah distrubusi hasil usaha dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.  Pendapatan yang akan didistribusi atau dibagi dengan pemilik dana (pemodal / investor) adalah pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan dana yang disebut dengan “pendapatan usaha utama”, yaitu pendapatan dari jual beli (keuntungan murabahah, keuntungan salam, dan keuntungan istishna), pendapatan ujroh (pendapatan neto Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Multijasa) dan pendapatan bagi hasil (pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarkah) dan pendapatan pengelolaan dana lainnya (pendapatan sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah / SIMA, pendapatan bonus sertifikat Wadiah Bank Indonesia)

2.  Pendapatan Usaha Utama sebagaimana dalam butir 1 diatas, harus dapat dipisahkan :
a.  Pendapatan Akrual
Pendapatan dari hasil pengelolaan usaha utama, yang dilakukan hanya dalam pengakuan saja, tidak diikuti dengan aliran kas (belum diterima). Pengakuan pendapatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lengkap kepada pengguna laporan keuntungan bank syariah.Pendapatan akrual hanya untuk kepentingan laporan keuangan dan tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga / pemilik dana

b.  Pendapatan nyata-nyata diterima (cash basis)
Pendapatan yang nyata-nyata diterima atau cash basis merupakan pendapatan pengelolaan usaha utama bank syariah yang nyata-nyata diterima, baik akibat dari pendapatan yang diterima saat ini atau akibat dari aliran kas dari pendapatan yang pengakuannya dilakukan sebelumnya dan kasnya baru diterima saat ini.
         Sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan diatur bahwa
Bank Syariah boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan. Dilihat dari segi kemaslahatan (alashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).

Jadi pendapatan yang diperkenankan untuk dibagi dengan pemilik dana adalah pendapatan dari pengelolaan usaha utama yang nyata-nyata diterima.

3.  Langkah berikutnya dari pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) dipisahkan pendapatan menjadi pendapatan yang sumber dananya dari pihak ketiga dan sisanya merupakan pendapatan cash basis dari sumber dana lainnya. Pemisahan tersebut dilakukan karena pendapatan dari pemilik dana (khususnya sumber dana mudharabah) sangat tergantung pada pendapatan bank syariah. Oleh karena itu dalam usaha bank syariah (jual beli, Ijarah dan bagi hasil) hendaknya dibiayai dari modal pemodal eksternal dulu. Perlu diingat bahwa sebagian dari pendapatan usaha utama bank syariah merupakan haknya pemodal eksternal (dana pihak ketiga).

4.  Sesuai prisipnya pemodal eksternal (dana pihak ketiga) dibedakan sumber dana dengan prinsip wadiah (giro wadiah dan tabungan wadiah) dan sumber dana yang mempergunakan prinsip mudharabah (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah). Pemisahan ini dilakukan karena pada prinsipnya hanya pendapatan sumber dana yang mempergunakan prinsip mudharabah saja yang akan dibagi antara pemilik dana (shahibil mal) dengan pengelola dana (mudharib). Sedangkan pendapatan dari sumber dana yang mempergunakan prinsip wadiah (wadiah yad dhamanah) merupakan pendapatan bank syariah seluruhnya. Sumber dana dengan prinsip wadiah perlu diketahui berapa pendapatannya dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan bonus kepada pemodal (penitip). Jika bank syariah memberikan bonus diharapkan tidak melebihi dari pendapatan wadiah yang diperoleh, supaya tidak ada pendapatan lain yang dialokasikan untuk bonus yang mengakibatnya laba rugi bank syariah berkurang.

5.  Pada prinsipnya hanya pendapatan sumber dana dengan prinsip mudharabah yang memperolah bagi hasil, atau sumber dana mudharabah yang merupakan komponen bagi hasil. Tetapi untuk kepentingan analisa dan kepentingan lain seperti laporan Bank Indonesia, sumber dana mudharabah dipisahkan sesuai produk masing-masing misalnya tabungan mudharabah, deposito mudharabah jangka waktu satu bulan, deposito mudharabah jangka waktu 3 bulan dan sebagainya (selanjutnya disebut dengan kelompok dana). Pemisahan seperti ini dilakukan untuk mengetahui return masing-masing produk dan perhitungan bagi hasil individu.

6.  Pendapatan kelompok dana merupakan pendapatan milik bersama antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib). Oleh karena itu perlu dipisahkan pendapatan milik sekelompok dana (misalnya sekelompok penabung tabungan mudharabah). Pendapatan sekelompok pemodal / dana ini tidak diperkenankan untuk dikurangi, karena ini adalah hak orang lain. Pendapatan sekelompok dana ini merupakan pendapatan milik semua pemodal individu yang tergabung dalam kelompok dana tersebut.

7.  Dari pendapatan sekelompok dana tersebut dibagikan kepada masing-masing pemodal individu. Untuk keperluan perhitungan pada masing-masing pemodal individu dapat dituangkan dalam bentuk prosentase return (kesetaraan return) atau hasil investasi setiap seribu rupiah. Prosentase return atau hasil investasi per seribu ini dari bulan ke bulan berubah-ubah karena dipengaruhi pendapatan yang diterima oleh bank syariah yang berubah-ubah. Jadi bagi hasi atau pendapatan individu ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan sekelompok dana, pendapatan sekelompok dana dipengaruhi oleh pendapatan yang dibagi, pendapatan yang dibagi dipengaruhi oleh pembayaran angsuran, pembayaran angsuran dipengaruhi oleh kualitas pengelolaan dana dst. Hal inilah kenapa prosentase return bagi hasil tidak diharamkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar