DISTRIBUSI BAGI HASIL DAN PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL
Salah satu perbedaan yang mendasar
antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah adalah pembayaran imbalan kepada
pemilik dana (investor). Dalam Bank Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk
bunga yang besarnya telah ditetapkan didepan saat akad, sedangkan dalam Bank
Syariah imbalan yang diberikan kepada investor didasarkan hasil usaha yang
diterima. Jadi dalam Bank syariah sebagian pendapatan merupakan hak pemilik
dana (investor).
Perhitungan pembagian hasil usaha
antara shahibul maal (pemilik dana) dengan mudharib (pengelola dana), atas
hasil usaha yang diperoleh dengan akad mudharabah. Perhitungan selalu dilakukan
mudharib, karena dalam prinsip mudharabah mutlaqah dijelaskan pekerjaan
sepenuhnya haknya pengelola (mudharib), karena pekerjaan sepenuhnya hak
pengelola maka pengelola yang mengetahui hasil usahanya, sehingga pengelola
pula yang melakukan perhitungan pembagian hasil usaha. Oleh karena itu siapapun
yang kedudukannya sebagai pengelola dana, baik bank syariah maupun nasabah
debitur, hendaknya dapat meneladani sifat rasul, khususnya amanah, jujur dan transparan.
Ketentuan yang terkait dengan
perhitungan pembagian hasil usaha adalah ketentuan tentang prinsip distribusi
hasil usaha dan sistem distribusi hasil usaha
A.
Sistem Distribusi Hasil Usaha
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan
Syariah
1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan
sistem Accrual Basis maupun
Cash Basis dalam administrasi keuangan.
2.
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan
tetapi, dalam distribusi hasil usaha
hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
3.
Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.
B.
Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga
Keuangan Syariah dengan pertimbangan, bahwa pembagian hasil usaha di antara
para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada :
·
prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
modal dan biaya-biaya.
·
Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi modal dan
masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan;
Dalam fatwa tersebut ditetapkan
sebagai berikut:
1.
Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit
Sharing) dalam pembagian hasil usaha
dengan mitra (nasabah)-nya.
2.
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian
hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil
(Net Revenue Sharing).
3.
Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Dalam perhitungan pembagian hasil
usaha bank syariah dilakukan dengan beberapa tahapan proses yaitu:
A. Menentukan
prinsip bagi hasil yang dipergunakan
Ketentuan Fatwa Dewan Syariah
Nasional menjelaskan bahwa pembagian hasil usaha bank syariah dapat
mempergunakan Revenue Sharing maupun Profit Sharing. Saat ini seluruh bank
syariah masih mempergunakan revenue sharing baik dalam berbagi hasil bank
syariah sebagai pengelola dana dengan pemodal (penghimpunan dana) maupun bank
syariah sebagai pemodal kepada nasabah debitur (pengelolaan dana dengan prinsip
mudharabah dan musyarakah).
1.
Prinsip
Bagi Hasil (Revenue Sharing)
Sesuai
ketetuan dalam fatwa bahwa yang dibagi dalam prinsip mudharabah adalah hasil
usaha pengelolaan dana mudharabah tersebut, dalam istilah akuntansi sering
dikenal dengan laba kotor (gross profit), karena dalam prinsip mudharabah modal
mudharabah tidak diperkenankan untuk dibagi, penjualan terkandung modal
mudharabah, sehingga tidak diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha
mudharabah dari penjualan (omzet). Sedangkan prinsip Profit Sharing hasil usaha
yang dibagi merupakan pendapatan hasil usaha bersih.
2.
Prinsip
Bagi Untung (Profit Sharing)
Saat
ini bank syariah belum ada yang mempergunakan perhitungan pembagian hasil
usahanya mempergunakan prinsip profit sharing. Dalam prinsip profit sharing
pendapatan hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan bersih (net profit) ,
yaitu laba kotor dikurangi dengan beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan
dana mudharabah. Salah satu kendala dalam prinsip profit sharing adalah
penentuan beban-beban yang diperhitungkan dalam mudharabah secara jujur,
transparan dan obyektif. Jika bank syariah akan menerapkan prinsip profit
sharing harus dibuat dua laporan yaitu
1.
laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah, yaitu bank sebagai pengelola
2.
laporan yang berkaitan dengan bank syariah sebagai entitas syariah yang mengelola dana dan kegiatan lainnya.
B. Tahapan
perhitungan pembagian hasil usaha bank syariah
Langkah-langkah distrubusi hasil
usaha dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pendapatan yang akan didistribusi atau dibagi dengan pemilik dana (pemodal / investor) adalah pendapatan yang
diperoleh dari pengelolaan dana yang
disebut dengan “pendapatan usaha utama”, yaitu pendapatan dari jual beli (keuntungan murabahah, keuntungan salam, dan keuntungan istishna),
pendapatan ujroh (pendapatan
neto Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Multijasa) dan pendapatan bagi hasil (pendapatan bagi hasil
mudharabah dan musyarkah) dan
pendapatan pengelolaan dana lainnya (pendapatan sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah / SIMA, pendapatan bonus sertifikat Wadiah Bank
Indonesia)
2.
Pendapatan Usaha Utama sebagaimana dalam butir 1 diatas, harus dapat dipisahkan :
a.
Pendapatan Akrual
Pendapatan dari hasil pengelolaan usaha utama,
yang dilakukan hanya dalam pengakuan saja, tidak diikuti dengan aliran kas
(belum diterima). Pengakuan pendapatan ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan gambaran yang lengkap kepada pengguna laporan keuntungan bank syariah.Pendapatan
akrual hanya untuk kepentingan laporan keuangan dan tidak boleh dibagikan
kepada pihak ketiga / pemilik dana
b.
Pendapatan nyata-nyata diterima (cash basis)
Pendapatan yang nyata-nyata diterima atau
cash basis merupakan pendapatan pengelolaan usaha utama bank syariah yang
nyata-nyata diterima, baik akibat dari pendapatan yang diterima saat ini atau akibat
dari aliran kas dari pendapatan yang pengakuannya dilakukan sebelumnya dan
kasnya baru diterima saat ini.
Sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional
nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga
Keuangan diatur bahwa
Bank Syariah boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash
Basis dalam administrasi keuangan. Dilihat dari segi kemaslahatan (alashlah),
dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam
distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang
benar-benar terjadi (Cash Basis).
Jadi pendapatan yang
diperkenankan untuk dibagi dengan pemilik dana adalah pendapatan dari
pengelolaan usaha utama yang nyata-nyata diterima.
3.
Langkah berikutnya dari pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) dipisahkan pendapatan menjadi
pendapatan yang sumber
dananya dari pihak ketiga dan sisanya merupakan pendapatan cash basis dari sumber dana lainnya. Pemisahan tersebut dilakukan karena pendapatan dari pemilik
dana (khususnya sumber dana mudharabah) sangat
tergantung pada pendapatan
bank syariah. Oleh karena itu dalam usaha bank syariah (jual beli, Ijarah dan bagi hasil) hendaknya dibiayai dari modal pemodal eksternal dulu. Perlu diingat
bahwa sebagian dari pendapatan
usaha utama bank syariah merupakan haknya pemodal eksternal (dana pihak ketiga).
4.
Sesuai prisipnya pemodal eksternal (dana pihak ketiga) dibedakan sumber dana dengan prinsip wadiah
(giro wadiah dan tabungan
wadiah) dan sumber dana yang mempergunakan prinsip mudharabah (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah). Pemisahan ini dilakukan karena pada
prinsipnya hanya pendapatan sumber
dana yang mempergunakan prinsip mudharabah
saja yang akan dibagi antara pemilik dana (shahibil mal) dengan pengelola dana (mudharib). Sedangkan
pendapatan dari sumber dana yang
mempergunakan prinsip wadiah (wadiah yad dhamanah) merupakan pendapatan bank syariah seluruhnya. Sumber dana dengan prinsip wadiah perlu
diketahui berapa pendapatannya
dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan bonus kepada pemodal (penitip). Jika bank syariah memberikan
bonus diharapkan tidak melebihi dari pendapatan wadiah yang diperoleh, supaya
tidak ada pendapatan lain yang dialokasikan untuk bonus yang mengakibatnya laba
rugi bank syariah berkurang.
5.
Pada prinsipnya hanya pendapatan sumber dana dengan prinsip mudharabah yang memperolah bagi hasil, atau
sumber dana mudharabah yang merupakan
komponen bagi hasil. Tetapi untuk
kepentingan analisa dan kepentingan lain seperti laporan Bank Indonesia, sumber dana mudharabah
dipisahkan sesuai produk
masing-masing misalnya tabungan mudharabah, deposito mudharabah jangka waktu satu bulan, deposito
mudharabah jangka waktu 3 bulan dan
sebagainya (selanjutnya disebut dengan kelompok dana). Pemisahan seperti ini dilakukan untuk mengetahui return masing-masing produk dan
perhitungan bagi hasil
individu.
6.
Pendapatan kelompok dana merupakan pendapatan milik bersama antara pemilik modal (shahibul maal)
dengan pengelola (mudharib).
Oleh karena itu perlu dipisahkan pendapatan milik sekelompok dana (misalnya sekelompok penabung tabungan mudharabah). Pendapatan sekelompok pemodal /
dana ini tidak diperkenankan untuk
dikurangi, karena ini adalah hak orang lain. Pendapatan sekelompok dana ini merupakan pendapatan milik semua pemodal individu yang tergabung dalam
kelompok dana tersebut.
7.
Dari pendapatan sekelompok dana tersebut dibagikan kepada masing-masing pemodal individu. Untuk keperluan
perhitungan pada masing-masing pemodal
individu dapat dituangkan dalam bentuk
prosentase return (kesetaraan return) atau hasil investasi setiap seribu rupiah. Prosentase return atau
hasil investasi per seribu
ini dari bulan ke bulan berubah-ubah karena dipengaruhi pendapatan yang diterima oleh bank syariah yang
berubah-ubah. Jadi bagi hasi atau
pendapatan individu ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan sekelompok dana, pendapatan sekelompok dana dipengaruhi oleh pendapatan yang dibagi,
pendapatan yang dibagi
dipengaruhi oleh pembayaran angsuran, pembayaran angsuran dipengaruhi oleh kualitas pengelolaan dana dst. Hal inilah kenapa prosentase return bagi hasil tidak
diharamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar