Kamis, 05 Desember 2013

DISTRIBUSI BAGI HASIL DAN PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL


DISTRIBUSI BAGI HASIL DAN PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL

     Salah satu perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah adalah pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor). Dalam Bank Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga yang besarnya telah ditetapkan didepan saat akad, sedangkan dalam Bank Syariah imbalan yang diberikan kepada investor didasarkan hasil usaha yang diterima. Jadi dalam Bank syariah sebagian pendapatan merupakan hak pemilik dana (investor).
         
         Perhitungan pembagian hasil usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dengan mudharib (pengelola dana), atas hasil usaha yang diperoleh dengan akad mudharabah. Perhitungan selalu dilakukan mudharib, karena dalam prinsip mudharabah mutlaqah dijelaskan pekerjaan sepenuhnya haknya pengelola (mudharib), karena pekerjaan sepenuhnya hak pengelola maka pengelola yang mengetahui hasil usahanya, sehingga pengelola pula yang melakukan perhitungan pembagian hasil usaha. Oleh karena itu siapapun yang kedudukannya sebagai pengelola dana, baik bank syariah maupun nasabah debitur, hendaknya dapat meneladani sifat rasul, khususnya amanah, jujur dan transparan.

         Ketentuan yang terkait dengan perhitungan pembagian hasil usaha adalah ketentuan tentang prinsip distribusi hasil usaha dan sistem distribusi hasil usaha

A. Sistem Distribusi Hasil Usaha
          Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah
1.  Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
2.  Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
3.  Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.

B. Prinsip Distribusi Hasil Usaha
          Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah dengan pertimbangan, bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada :
·         prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal  dan biaya-biaya.
·         Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;

          Dalam fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut:
1.  Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2.  Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3.  Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

          Dalam perhitungan pembagian hasil usaha bank syariah dilakukan dengan beberapa tahapan proses yaitu:

A.  Menentukan prinsip bagi hasil yang dipergunakan
          Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional menjelaskan bahwa pembagian hasil usaha bank syariah dapat mempergunakan Revenue Sharing maupun Profit Sharing. Saat ini seluruh bank syariah masih mempergunakan revenue sharing baik dalam berbagi hasil bank syariah sebagai pengelola dana dengan pemodal (penghimpunan dana) maupun bank syariah sebagai pemodal kepada nasabah debitur (pengelolaan dana dengan prinsip mudharabah dan musyarakah).

1.  Prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing)
         Sesuai ketetuan dalam fatwa bahwa yang dibagi dalam prinsip mudharabah adalah hasil usaha pengelolaan dana mudharabah tersebut, dalam istilah akuntansi sering dikenal dengan laba kotor (gross profit), karena dalam prinsip mudharabah modal mudharabah tidak diperkenankan untuk dibagi, penjualan terkandung modal mudharabah, sehingga tidak diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha mudharabah dari penjualan (omzet). Sedangkan prinsip Profit Sharing hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan hasil usaha bersih.

2.  Prinsip Bagi Untung (Profit Sharing)
         Saat ini bank syariah belum ada yang mempergunakan perhitungan pembagian hasil usahanya mempergunakan prinsip profit sharing. Dalam prinsip profit sharing pendapatan hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan bersih (net profit) , yaitu laba kotor dikurangi dengan beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Salah satu kendala dalam prinsip profit sharing adalah penentuan beban-beban yang diperhitungkan dalam mudharabah secara jujur, transparan dan obyektif. Jika bank syariah akan menerapkan prinsip profit sharing harus dibuat dua laporan yaitu
1.  laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah, yaitu bank sebagai pengelola
2.  laporan yang berkaitan dengan bank syariah sebagai entitas syariah yang mengelola dana dan kegiatan lainnya.

B.  Tahapan perhitungan pembagian hasil usaha bank syariah
          Langkah-langkah distrubusi hasil usaha dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.  Pendapatan yang akan didistribusi atau dibagi dengan pemilik dana (pemodal / investor) adalah pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan dana yang disebut dengan “pendapatan usaha utama”, yaitu pendapatan dari jual beli (keuntungan murabahah, keuntungan salam, dan keuntungan istishna), pendapatan ujroh (pendapatan neto Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Multijasa) dan pendapatan bagi hasil (pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarkah) dan pendapatan pengelolaan dana lainnya (pendapatan sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah / SIMA, pendapatan bonus sertifikat Wadiah Bank Indonesia)

2.  Pendapatan Usaha Utama sebagaimana dalam butir 1 diatas, harus dapat dipisahkan :
a.  Pendapatan Akrual
Pendapatan dari hasil pengelolaan usaha utama, yang dilakukan hanya dalam pengakuan saja, tidak diikuti dengan aliran kas (belum diterima). Pengakuan pendapatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lengkap kepada pengguna laporan keuntungan bank syariah.Pendapatan akrual hanya untuk kepentingan laporan keuangan dan tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga / pemilik dana

b.  Pendapatan nyata-nyata diterima (cash basis)
Pendapatan yang nyata-nyata diterima atau cash basis merupakan pendapatan pengelolaan usaha utama bank syariah yang nyata-nyata diterima, baik akibat dari pendapatan yang diterima saat ini atau akibat dari aliran kas dari pendapatan yang pengakuannya dilakukan sebelumnya dan kasnya baru diterima saat ini.
         Sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan diatur bahwa
Bank Syariah boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan. Dilihat dari segi kemaslahatan (alashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).

Jadi pendapatan yang diperkenankan untuk dibagi dengan pemilik dana adalah pendapatan dari pengelolaan usaha utama yang nyata-nyata diterima.

3.  Langkah berikutnya dari pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) dipisahkan pendapatan menjadi pendapatan yang sumber dananya dari pihak ketiga dan sisanya merupakan pendapatan cash basis dari sumber dana lainnya. Pemisahan tersebut dilakukan karena pendapatan dari pemilik dana (khususnya sumber dana mudharabah) sangat tergantung pada pendapatan bank syariah. Oleh karena itu dalam usaha bank syariah (jual beli, Ijarah dan bagi hasil) hendaknya dibiayai dari modal pemodal eksternal dulu. Perlu diingat bahwa sebagian dari pendapatan usaha utama bank syariah merupakan haknya pemodal eksternal (dana pihak ketiga).

4.  Sesuai prisipnya pemodal eksternal (dana pihak ketiga) dibedakan sumber dana dengan prinsip wadiah (giro wadiah dan tabungan wadiah) dan sumber dana yang mempergunakan prinsip mudharabah (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah). Pemisahan ini dilakukan karena pada prinsipnya hanya pendapatan sumber dana yang mempergunakan prinsip mudharabah saja yang akan dibagi antara pemilik dana (shahibil mal) dengan pengelola dana (mudharib). Sedangkan pendapatan dari sumber dana yang mempergunakan prinsip wadiah (wadiah yad dhamanah) merupakan pendapatan bank syariah seluruhnya. Sumber dana dengan prinsip wadiah perlu diketahui berapa pendapatannya dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan bonus kepada pemodal (penitip). Jika bank syariah memberikan bonus diharapkan tidak melebihi dari pendapatan wadiah yang diperoleh, supaya tidak ada pendapatan lain yang dialokasikan untuk bonus yang mengakibatnya laba rugi bank syariah berkurang.

5.  Pada prinsipnya hanya pendapatan sumber dana dengan prinsip mudharabah yang memperolah bagi hasil, atau sumber dana mudharabah yang merupakan komponen bagi hasil. Tetapi untuk kepentingan analisa dan kepentingan lain seperti laporan Bank Indonesia, sumber dana mudharabah dipisahkan sesuai produk masing-masing misalnya tabungan mudharabah, deposito mudharabah jangka waktu satu bulan, deposito mudharabah jangka waktu 3 bulan dan sebagainya (selanjutnya disebut dengan kelompok dana). Pemisahan seperti ini dilakukan untuk mengetahui return masing-masing produk dan perhitungan bagi hasil individu.

6.  Pendapatan kelompok dana merupakan pendapatan milik bersama antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib). Oleh karena itu perlu dipisahkan pendapatan milik sekelompok dana (misalnya sekelompok penabung tabungan mudharabah). Pendapatan sekelompok pemodal / dana ini tidak diperkenankan untuk dikurangi, karena ini adalah hak orang lain. Pendapatan sekelompok dana ini merupakan pendapatan milik semua pemodal individu yang tergabung dalam kelompok dana tersebut.

7.  Dari pendapatan sekelompok dana tersebut dibagikan kepada masing-masing pemodal individu. Untuk keperluan perhitungan pada masing-masing pemodal individu dapat dituangkan dalam bentuk prosentase return (kesetaraan return) atau hasil investasi setiap seribu rupiah. Prosentase return atau hasil investasi per seribu ini dari bulan ke bulan berubah-ubah karena dipengaruhi pendapatan yang diterima oleh bank syariah yang berubah-ubah. Jadi bagi hasi atau pendapatan individu ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan sekelompok dana, pendapatan sekelompok dana dipengaruhi oleh pendapatan yang dibagi, pendapatan yang dibagi dipengaruhi oleh pembayaran angsuran, pembayaran angsuran dipengaruhi oleh kualitas pengelolaan dana dst. Hal inilah kenapa prosentase return bagi hasil tidak diharamkan.



Rabu, 20 November 2013

TEKNIK BAGI HASIL DENGAN PRINSIP MUDHARABAH



TEKNIK BAGI HASIL DENGAN PRINSIP MUDHARABAH

A.     Pengertian dan Rukun Mudharabah
        Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-Bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahib al’mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (porsi bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal, maka kalau rugi shahib al’mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan managerial skil selama proyek berlangsung.

        Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari penyia-nyiaan modal pemilik harta dan menyia-nyiakan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka.

        Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi  rukun mudharabah yaitu:
1. Shahibul maal / Rabulmal (pemilik dana / nasabah)
2. Mudharib (pengelola dana/ pengusaha / bank)
3. Amal ( Usaha / pekerjaan)
4. Ijab Qabul

        Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.      Mudharabah Muthlaqah, yaitu pihak pengusaha “diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan / gangguan apapun” urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Mudharabah Mutlaqah ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan, dan deposito. Mudharabah Mutlaqah dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan menjadi Investasi Tidak Terikat dan dalam PSAK syariah yang baru disempurnakan menjadi Dana Syirkah Temporer.
2.      Mudharabah Muqaidah / Muqayyadah (Investasi Terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi / memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya
a.       hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat yang tertentu saja,
b.      Bank dilarang untuk investasi dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan.
c.       Bank diharuskan melakukan investasi sendiri (tidak melalui pihak ketiga).

B.     Karakteristik Mudharabah
        Beberapa karakater mudharabah adalah sebaga berikut:
1.   Kedua pihak yang mengadakan kontrak (pemilik dana dan Mudharib) akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik.
2.    Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada Mudharib untuk investasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha Mudharabah.
3.      Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan Mudharabah.
4.  Jenis Usaha/Pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi Mudharib dalam usahanya untuk mengembalikan / membayar modal kepada penyedia dana.
5.  Pembatasan Masa / Periode Pembiayaan Mudharabah, sebagian Fuqaha membolehkan untuk membatasi waktu dalam pembiayaan Mudharabah untuk selama periode tertentu, namun sebagian lainn melarangnya karena hal itu menjadi tidak penting apabila dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa masing-masing berhak untuk membatalkan perjanjian kapan saja.
6.      Garansi dalam Mudharabah untuk menunjukkan adanya tanggung jawab Mudharib dalam mengembalikan modal kepada pemilik dana.

C.     Aplikasi Prinsip Mudharabah
1.      Tabungan Mudharabah
         Dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan Tabungan Mudharabah sebagai berikut:

aDefinisi
        Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b.      Akad Mudharabah
        Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya

c.       Fitur Dan Mekanisme
         Tabungan atas dasar akad mudharabah:
·         Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
·         Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
·         Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
·         Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
·         Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.

         Tabungan ini dikelola dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah” karena pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya diserahkan kepada mudharib.

        Perbandingan tabungan mudharabah dan tabungan wadi`ah adalah
No

Tabungan Mudharabah
Tabungan wadi`ah
1.
Sifat dana
Investasi
Titipan
2.
Penarikan
Penarikan Hanya dapat dilakukanpada periode / waktutententu
Dapat dilakukan
sewaktu-waktu

3.
Insentif
Bagi Hasil
Bonus
4.
Pengembalian dana
Tidak dijamin
dikembalikan semua
Dijamin dikembalikan
semua
                                Tabel 3-1 : perbandingan wadiah dan mudharabah

         Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitungan bagi hasil, dimana dana rata-rata tersebut dihitung dengan menjumlahkan saldo harian setiap tanggal dibagi dengan hari periode perhitungan bagi hasil. Periode perhitungan bagi hasil tersebut tidak harus sama dengan jumlah hari bulan yang bersangkutan, jumlah hari dalam periode perhitungan bagi hasil dihitung mulai tanggal awal periode (satu hari setelah tanggal tutup buku / perhitungan bagi hasil yang lalu) sampai dengan tanggal tutup buku atau perhitungan bagi hasil.

2.      Deposito Mudharabah
         Dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan tentang Deposito Mudharabah sebagai berikut:
a.       Definisi
         Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

b.      Akad Mudharabah
         Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
c.       Fitur Dan Mekanisme
·         Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
·         Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah);
·         Dalam Akad Mudharabah Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah;
·         Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
·         Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
·         Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
·         Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.

       Deposito ini dijalankan dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah”, karena pengelolaan dana deposito sepenuhnya menjadi tanggung jawab mudharib (bank)
       Perhitungan bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.       dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah dan
2.      dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah tersebut.

1.      Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito.
        Pada dasarnya perhitungan bagi hasil deposito dilakukan dengan berdasarkan dari perhitungan distribusi hasil usaha pada bulan yang lalu, sehingga dalam hal perhitungannya mempergunakan indikasi rate atau return atau equivalent rate, maka diipergunakan hasil perhitungan pada bulan sebelumnya. Untuk memberi gambaran perhitungan bagi hasil yang dibayar setiap ulang tanggal dalam diberikan contoh misalnya:
        seseorang pada tanggal 25 April menginvestasikan pada bank syariah dalam bentuk deposito mudharabah untuk jangka waktu 3 bulan, jatuh tempo deposito mudharabahnya pada tanggal 25 Juli.
         Apabila dipergunakan cara perhitungan dan pembayaran bagi hasil setiap ulang tanggal, maka bagi hasil deposito mudharabah tersebut dibayar oleh bank syariah setiap tanggal 25 setiap bulannya dan mempergunakan indikasi rate bulan sebelumnya.

a.      Untuk pembayaran bagi hasil pada tanggal 25 Mei, dilakukan untuk periode bagi hasil 25 April sampai 25 Mei dan dihitung dengan indikasi rate berdasarkan perhitungan hasil usaha (profit distribution) akhir bulan April (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 10%). Apabila ditelaah lebih rinci atas perhitungan bagi hasil deposito tersebut, pembagian hasil usaha yang menghasilkan indikasi rate sebesar 10% hanya periode 25 sampai tutup buku (30 April), sedangkan untuk periode 1 Mei sampai 25 Mei belum diketahui besarnya return bagi hasil, karena pembagian hasil usaha bulan Mei baru dilakukan pada akhir bulan Mei (tutup buku bulan Mei).
b.      Pembayaran bagi hasil pada tanggal 25 Juni, dilakukan untuk periode 25 Mei sampai 25 Juni. Perhitungan bagi hasil tersebut dilakukan dengan indikasi rate atas distribusi hasil usaha yang dilakukan pada akhir bulan Mei (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 6%). Permasalahan yang sama timbul juga seperti perhitungan dan pembayaran tanggal 25 Mei, indikasi rate yang dibayarkan sebesar 6% tersebut untuk periode tanggal 25 Mei sampai tanggal 31 Mei(tutup buku bulan Mei), sedangkan untuk periode tanggal 1 Juni sampai 25 Juni belum diketahui indikasi ratenya.

       Atas permasalahan ini Bank Syariah melakukan salah satu langkah-langkah dibawah:
a.       Melakukan koreksi terhadap pembayaran bagi hasil yang dilakukan pada tanggal 25 Mei, yaitu untuk periode 1 Mei sampai 25 Mei yang sebelumnya dibayar dengan indikasi rate 10% (indikasi rate April), dihitung kembali dengan indikasi rate 6% (indikasi rate Mei)
b.      Tidak melakukan koreksi, artinya perhitungan dan pembayaran bagi hasil sesuai yang dilakukan.
c.       Pembayaran bagi hasil yang dilakukan pada tanggal 25 Juli (pada saat jatuh tempo deposito mudharabah), pembayaran dilakukan untuk periode 25 Juni sampai 25 Juli, perhitungan bagi hasil dilakukan dengan indikasi rate atas distribusi hasil usaha yang dilakukan pada akhir bulan Juni (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 8%). Permasalahan yang sama timbul juga seperti perhitungan bagi hasil yang dibayarkan pada tanggal 25 Juni, indikasi rate yang dibayarkan sebesar 8% tersebut untuk periode tanggal 25 Juni sampai tanggal 31 Juni (tutup buku bulan Juni), sedangkan untuk periode tanggal 1 Juli sampai 25 Juli belum diketahui indikasi ratenya. Untuk mengatasi hal tersebut bank syariah melakukan langkah-langkah sama dengan butir 2 diatas.

        Walaupun pada bulan berikutnya dilakukan koreksi dengan indikasi rate yang benar-benar dihasilkan, namun hal ini tidak menyelesaikan permasalahan pada sat deposito tersebut jatuh tempo, bank syariah membayarkan pokok deposito ditambah dengan bagi hasil yang diperhitungkan dengan indikasi rate bulan sebelumnya dan hubungan bank syariah dengan pemilik dana deposito mudharabah telah selesai. Sehingga pada akhir deposito pada saat jatuh tempo bank syariah masih membayarkan bagi hasil dari indikasi yang diketahui.
       Apabila digambarkan pembayaran bagi hasil deposito mudharabah yang dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito, sebagai berikut:

Pembayaran
Periode
Indikasi rate
Koreksi
25 Mei
25 April - 30 April
10 %


01 Mei – 25 Mei
10 %
6 %
25 Juni
26 Mei - 30 Mei
6 %


01 Juni – 25 Juni
6 %
8 %
25 Juli
26 Juni – 30 Juni
8 %


01 Juli – 25 Juli
8 %
Belum diketahui dan tidak dikoreksi
Tabel 3-2 : bagi hasil ulang tanggal

          Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk bank syariah yang membayarkan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito, bank syariah membayarkan bagi hasil dari pendapatan yang belum diterima. Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/200 tanggal 16 September 2000 tentang sistem distribusi hasil usaha, pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis).

2.      Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap setiap akhir bulan (sama dengan tutup buku bank syariah) atau awal bulan berikutnya

         Perhitungan bagi hasil dilakukan sampai dengan akhir bulan ini berbeda dengan perhitungan bagi hasil setiap ulang tanggal. Dalam perhitungan ini hanya dibayarkan bagi hasil untuk periode tanggal pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja.
         Perhitungan bagi hasil untuk bulan April, dilakukan untuk periode 25 April sampai tanggal 30 April (tutup buku April) dengan indikasi rate sebesar 10% (return yang dihasilkan dalam perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan april). Begitu juga perhitungan bagi hasil untuk bulan Mei, dilakukan untuk periode 1 Mei sampai 31 Mei dengan indikasi rate sebesar 6% (return perhitungan tutup buku bulan mei)
         Pada saat deposito mudharabah jatuh tempo pada tanggal 25 Juli oleh bank syariah hanya dikembalikan / dibayar sebesar pokok deposito mudharabah nya saja, sedangkan bagi hasil untuk periode 1 Juli sampai 25 Juli, baru akan diperhitungkan dan dibayarkan setelah perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan Juli. Pada saat jatuh tempo deosito mudharabah bank syariah belum bisa membayar bagi hasil karena pada saat tersebut bank syariah belum melakukan perhitungan distribusi hasil usaha sehingga belum diketahui besarnya bagi hasil yang harus dibayarkan. Besarnya bagi hasil baru dapat diketahui setelah melakukan perhitungan distribusi hasil usaha pada akhir bulan yang bersangkutan.
        Apabila digambarkan pembayaran bagi hasil deposito mudharabah yang dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya adalah sebagai berikut:

Periode
Indikasi Rate
Pembayaran
25 April – 30 April
10 %
Tutup buku April / Awal Mei
1Mei – 30 Mei
6 %
Tutup buku Mei / Awal Juni
26 Juni– 30 Juni
8 %
Tutup buku Juni / awal Juli
01 Juli – 25 Juli
9 % (missal)
Pada sat jatuh tempo belum
dibayar, baru dibayar pada tutup buku Juli atau awal Agustus
Tabel 3-3 : bagi hasil akhir bulan
        Dari tabel ini dapat dilihat bahwa bank syariah yang membayar bagi hasil setiap akhir bulan (sama dengan tutup buku) atau awal bulan berikutnya, membayar bagi hasil sesuai dengan pendapatan yang diterima
        Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah setiap akhir bulan (tutup buku) atau awal bulan berikutnya tersebut telah dicontohkan pada perhitungan bagi hasil untuk Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) yang diatur oleh Bank Indonesia dan dalam cara pembayaran ini tidak ada koreksi karena perbedaan indikasi rate atau return deposito mudharabah.